ARAH KIBLAT DALAM PERSPEKTIF
FIQH
Oleh:
Muhammad Syaifuddin
A.
Definisi Kiblat
Secara harfiah, kata kiblat berasal dari bahasa arab قبلة, yaitu salah satu bentuk derivasi dari kata kerja قبل, يقبل, قبلة yang bermakna menghadap. Sedangkan secara istilah, kata kiblat
memiliki beberapa definisi. Diantaranya:
Ø
Abdul Aziz Dahlan
mendefinisikan kiblat sebagai bangunan ka’bah atau arah yang dituju kaum
muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah.
Ø
Harun Nasution
mengartikan kiblat sebagai arah untuk menghadap pada waktu shalat.
Ø
Departemen Agama
Republik Indonesia mendefinisikan kiblat sebagai suatu arah tertentu bagi
kaum muslimin untuk mengarahkan wajahnya dalam melakukan shalat.
Ø Slamet Hambali (Guru Besar Ilmu Falak di IAIN Walisongo)
memberikan definisi arah kiblat yaitu arah menuju ka’bah (Makkah) lewat jalur
terdekat yang mana setiap muslim dalam mengerjakan shalat harus menghadap ke
arah tersebut.
Ø Muhyiddin Khazin, mendefinisikan kiblat sebagai arah atau
jarak terdekat sepanjang lingkaran besar (great cyrcle) yang melewati ke
ka’bah (Makkah) dengan tempat kota yang bersangkutan.
Ø Ahmad Izzuddin (Pakar Ilmu Falak di IAIN Walisongo)
mendefinisikan arah kiblat yaitu menghadap ke arah ka’bah atau paling tidak
Masjidil Haram dengan mempertimbangkan posisi arah dan posisi terdekat dihitung
dari daerah yang kita kehendaki.
B.
Dasar Hukum
Menghadap Kiblat
Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menegaskan
tentang perintah menghadap ke arah kiblat, antara lain:
a.
QS. Al-Baqarah ayat 144
“Sungguh Kami (sering) melihat
mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke
kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan
dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya;
dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”
[96]
Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan
menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke
Baitullah.
b.
QS.
Al-Baqarah : 149
ô`ÏBur ß]øym
|Mô_tyz
ÉeAuqsù y7ygô_ur
tôÜx©
ÏÉfó¡yJø9$#
ÏQ#tysø9$# ( ¼çm¯RÎ)ur
,ysù=s9
`ÏB y7Îi/¢ 3 $tBur
ª!$#
@@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÊÍÒÈ
“Dan dari mana saja kamu
keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram,
Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”
c.
QS.
Al-Baqarah : 150
“Dan dari mana saja kamu
(keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja
kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak
ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara
mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja).
dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”
Hadits
Dalam hadits pun juga diterangkan
tentang perintah menghadap kiblat, antara lain adalah:
1.
Hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
قال ابو هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله
صلعم : استقبل القبلة و كبّر (رواه البخاري)
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. berkata:
rasulullah SAW bersabda: menghadaplah kiblat lalu takbir” (HR. Bukhari).
2.
Hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال رسول الله صلعم :
اذا قمت الى الصلاة فأسبغ الوضوء ثمّ استقبل القبلة فكبّر (رواه المسلم)
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., berkata
bahwa Rasulullah bersabda: Bila kamu hendak shalat maka sempurnakanlah wudhu’
lalu menghadap kiblat kemudian bertakbirlah” (HR. Muslim)
Perkataan Ulama’
·
ابن رشد , بداية المجتهد , ص : 111
اتفق المسلمون على ان التوجه نحو البيت شرط من
شروط الصلاة
Artinya: “kaum muslimin telah sepakat atas menghadap
kiblat, sebab termasuk dari syarat shalat”.
·
وهبة الزهيلى , الفقه الإسلامى و أدلتته , ص :
596
اتفق الفقهاء على ان استقبال القبلة شرط فى صحة
الصلاة
Artinya: “ para fuqaha telah sepakat
bahwasanya menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat”.
Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa menghadap kiblat hukumnya wajib dan termasuk salah satu dari
syarat sahnya shalat. Sehingga dalam hal ini, pengertian menghadap kiblat
adalah menghadap ka’bah atau paling tidak masjidil haram.
C. Pendapat
Fuqaha tentang Menghadap Kiblat
Terkait
masalah menghadap kiblat ketika shalat, para Ulama’ berbeda pendapat mengenai
orang yang jauh dari ka’bah dan tidak mampu melihatnya.
1. Menurut
Imam Syafi’i dan Syia’ah Imamiyah “wajib menghadap ka’bah, baik bagi orang
dekat maupun jauh”. Bila dapat mengetahui arah Ka’bah itu sendiri secara pasti (tepat),
maka ia harus menghadap ke arah tersebut. Apabila tidak, maka cukup dengan
perkiraan saja.
2. Sedangkan
menurut Imam Hanafi, Maliki, dan Hambali dan sebagian ulama Syi’ah Imamiyah,
arah kiblat adalah arah dimana letak Ka’bah berada, tidak harus tepat menghadap
Ka’bah itu sendiri. Sehingga kiblat itu bisa termasuk masjidil haram dan bahkan
Makkah.
Merujuk dari berbagai pendapat dan memahami dari konteks dasar-dasar
hukum menghadap kiblat, maka paling tidak dapat dibagi menjadi dua ditinjau
dari segi kuat tidaknya prasangka seseorang ketika menghadap kiblat, yaitu:
1. Menghadap
kiblat secara yakin (Qiblat bil yaqin)
Yaitu menghadap ke kiblat
dengan penuh yakin wajib bagi orang-orang yang berada di dalam Masjidil Haram
dan melihat langsung Ka’bah. Ini disebut juga dengan menghadap “ ’Ain
al-Ka’bah”.
2. Menghadap
kiblat dengan ijtihad (Qiblat bil ijtihad)
Yaitu ketika seseorang
berada jauh dari Ka’bah, seperti berada di luar Masjidil Haram atau di luar
Makkah sehingga ia tidak dapat melihat bangunan Ka’bah, maka mereka wajib
menghadap paling tidak ke arah Masjidil Haram dengan maksud menghadap ke arah
Ka’bah. Ini disebut sebagai “ Jihatul Ka’bah”.
Hukum Menghadap Kiblat Secara
Umum
Kiblat sebagai pusat tumpuan umat Islam dalam mengerjakan ibadah dalam
konsep arah terdapat beberapa hukum yang berkaitan yang telah ditentukan secara
syariat yaitu:
v
Hukum Wajib
Ketika shalat fardhu ataupun
shalat sunat menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat
Ketika melakukan tawaf di
Baitullah.
Ketika menguburkan jenazah maka
harus diletakkan miring bahu kanan menyentuh liang lahat dan muka menghadap
kiblat.
v Hukum Sunat
Bagi yang ingin membaca
Al-Quran, berdoa, berzikir, tidur (bahu kanan dibawah) dan lain-lain yang
berkaitan.
v Hukum Haram
Ketika membuang air besar atau
kecil di tanah lapang tanpa ada dinding penghalang.
v Hukum Makruh
Membelakangi arah kiblat dalam
setiap perbuatan seperti membuang air besar atau kecil dalam keadaan
berdinding, tidur menelentang sedang kaki selunjur ke arah kiblat dan
sebagainya.
Sumber: Ahmad Izzuddin, Menentukan
Arah Kiblat Praktis, Semarang: Walisongo Press, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar